Prasasti Gondosuli terletak di Desa Gondosili Kecamatan Bulu, sekitar 13 km arah barat etm, dengan memiliki Luas keseluruhan situs ini sekitar 4.992 m2. Pada tahun 832, sesuai dengan candrasengkala yang ada, Prasasti Gondosuli menjadi saksi bisu kejayaan Dinasti Sanjaya, terutama di masa pemerintahan Rakai Patahan (Rakaryan Patapan Pu Palar) sebagai raja di Mataram Hindu (Mataram Kuno). Nama Rakai Patapan juga dapat dijumpai dalam Prasasti Karang Tengah yaitu ditulis pada tahun 824.
Berdasarkan penelitian Prasasti Gondosuli memuat 11 baris tulisan. Tulisan tersebut menggunakan huruf Jawa Kuno, tapi menggunakan bahasa Melayu Kuno.Bahkan bentuk tulisannya mirip prasasti-prasasti di daerah Sriwijaya Andalas (Sumatera). Prasasti Gondosuli ditulis/dipahat pada batu besar dengan panjang 290 cm, lebar 110 cm dan tinggi 100 cm, sedangkan bidang yang ditulis brukuran 103 x 54 cm2. Dalam prasasti tersebut, pada baris pertama terdapat tulisan “Nama Syiwa Om Mahayana, sahin mendagar wa’zt tanta pawerus darma” yang berarti "Bakti kepada Desa Siwa, Om Mahayana (Orang Besar). Di semua batas hutan pertapaan, tua dan muda, laki-laki dan perempuan, mendengarkan hasil pekerjaan/ perbuatan yang baik".Prasasti tersebut berisi penghibahan tanah, dimana tanah itu digunakan untuk bangunan suci/candi, serta untuk memperingati pembangunan patung raja (Hyang Haji) disebuah preseda yang disebut Sang Hyang Wintang.
Selain ditemukan prasasti ada pula reruntuhan bebatuan candi yang berserakan disekitarnya. Batu yang berserakan itu diperkirakan hanya bagian atas candi, sedangkan sebagian besar bangunan candi terpendam dalam tanah.Pernah ada upaya dari pihak terkait, yaitu Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah, untuk melakukan penggalian.Tapi upaya ini dihentikan karena tanah diatas bangunan candi yang terpendam digunakan untuk pemakaman umum dan juga terdapat makam seorang tokoh agama, Kiai Rofi’I, yang dikeramatkan oleh penduduk setempat.
Tidak seperti candi-candi yang lain, candi Gondosuli hingga kini masih berada dibawah timbunan tanah. Memang ada beberapa bagian batu candi yang sudah ditemukan lewah penggalian, namun menurut banyak ahli, Candi Gondosuli berukuran sangat besar sehingga kalau digali dapat menenggelamkan seluruh kawasan desa. Diperkirakan Candi Gondosuli adalah bekas istana sebuah kerajaan. Rajanya bernama Rahayan Patapan yang memeluk agama Hindu. Kendati sebagian besar dari batu-baruan candi masih tertutup tanah, akan tetapi di antara batu-batuan yang sudah ditemukan terdapat beberapa yang memiliki keistimewaan.
Misalnya, ada sebuah Yoni berbentuk batu segi empat dengan lubang ditengah-tengahnya. Di dalam lubang Yoni tersbeut terdapat air yang menurut masyarakat setempat tidak pernah kering, sekalipun di musim kemarau. Yoni berlubang tersebut hingga saat ini masih dianggap memiliki kekuatan magis. Di samping Yoni, terdapat juga sebuah batu berbentuk setengah lingkaran. Menurut ceritera, pada jaman dahulu batu setengah lingkaran itu sering di gunakan Raja Dang Karayang Pupalar untuk bertapa jika kerajaannya menghadapi ancaman.
Prasasti Gandasuli merupakan prasasti peninggalan Kerajaan Mataram Kuna ketika dikuasai oleh Wangsa Syailendra. Prasasti ini ditemukan di reruntuhan Candi Gondosuli, di Desa Gondosuli, Kecamatan Bulu, Temanggung, Jawa Tengah. Yang mengeluarkan adalah anak raja (pangeran) bernama Rakai Rakarayan Patapan Pu Palar, yang juga adik ipar raja Mataram, Rakai Garung.
Prasasti Gandasuli terdiri dari dua keping, disebut Gandasuli I (Dang pu Hwang Glis) dan Gandasuli II (Sanghyang Wintang). Ia ditulis menggunakan bahasa Melayu Kuna dengan aksara Kawi (Jawa Kuna), berangka tahun 792M. Teks prasasti Gandasuli II terdiri dari lima baris dan berisi tentang filsafat dan ungkapan kemerdekaan serta kejayaan Syailendra.